Media Komunitas
Perpajakan Indonesia

Ketentuan Debt to Equity Ratio (DER) dalam Menghitung Penghasilan Kena Pajak

Ketentuan debt to equity ratio menurut pajak fiskal

Berdasarkan Pasal 18 ayat 1 UU Pajak Penghasilan disebutkan bahwa Menteri Keuangan berwenang untuk mengeluarkan keputusan tentang besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan yang dapat dibenarkan untuk keperluan penghitungan pajak. Dalam dunia usaha terdapat tingkat perbandingan tertentu yang wajar mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal (debt to equity ratio). Apabila perbandingan antara utang dan modal sangat besar melebihi batas-batas kewajaran, pada umumnya perusahaan tersebut dianggap dalam keadaan tidak sehat. Hal tersebut juga mengindikasikan adanya penyertaan modal terselubung. Artikel ini akan membahas:

Besaran DER Menurut Pajak

Dasar hukum perbandingan antara utang dan modal menurut pajak diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 169 Tahun 2015 (PMK 169/2015). Besarnya DER ditetapkan paling tinggi sebesar empat dibanding satu (4:1). Ketentuan ini berlaku mulai berlaku sejak Tahun Pajak 2016 untuk wajib pajak badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia yang modalnya terbagi atas saham-saham.

Cara Menghitung DER

Sesuai ketentuan PMK 169/2015, DER dihitung dengan cara membandingkan rata-rata saldo utang dengan saldo modal.

DER = Rata-rata saldo utang : rata-rata saldo modal

Dalam menentukan DER, saldo utang maupun modal yang digunakan adalah rata-rata saldo utang atau modal tiap akhir bulan pada tahun pajak/bagian tahun pajak yang bersangkutan.

Saldo utang yang diperhitungkan meliputi saldo utang jangka panjang maupun saldo utang jangka pendek, termasuk juga saldo utang dagang yang dibebani bunga. Saldo modal yang diperhitungkan meliputi ekuitas sebagaimana dimaksud dalam standar akuntansi keuangan yang berlaku dan pinjaman tanpa bunga dari pihak yang memiliki hubungan istimewa.

Contoh Penghitungan DER

Sebagai contoh, di tahun 2022 PT Bintang Kejora (PT BK) memiliki utang kepada beberapa pihak serta utang dagang dengan perincian sebagai berikut:

  1. Utang kepada PT A dengan saldo rata-rata Rp700.000.000.000
  2. Utang kepada PT B dengan saldo rata-rata Rp680.000.000.000
  3. Utang dagang dengan saldo rata-rata Rp900.000.000.000

Saldo ekuitas PT BK terdiri dari saham, agio saham, serta laba ditahan dengan perincian sebagai berikut:

  1. Modal saham dengan saldo rata-rata Rp150.000.000.000
  2. Agio saham dengan saldo rata-rata Rp90.000.000.000
  3. Laba ditahan dengan saldo rata-rata Rp400.000.000.000

Selain itu, diketahui bahwa PT BK mendapat pinjaman tanpa bunga dari ABC Ltd, sebesar Rp30.000.000.000 yang memiliki hubungan istimewa dengan PT BK.

Dari data tersebut, saldo rata-rata utang PT BK adalah Rp2.280.000.000.000. Saldo rata-rata modal PT BK adalah PT BK adalah Rp670.000.000.000. Dengan demikian, DER dari PT BK adalah:

DER = Rp2.280.000.000.000 : Rp670.000.000.000 = 3,41 : 1

Pengecualian dari Ketentuan Debt to Equity Ratio

Dikecualikan dari ketentuan perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksud sebelumnya adalah:

  1. Wajib Pajak bank;
  2. Wajib Pajak lembaga pembiayaan;
  3. Wajib Pajak asuransi dan reasuransi;
  4. Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum, dan pertambangan lainnya yang terikat kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan, dan dalam kontrak atau perjanjian dimaksud mengatur atau mencantumkan ketentuan mengenai batasan perbandingan antara utang dan modal; dan
  5. Wajib Pajak yang atas seluruh penghasilannya dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan peraturan perundang-undangan tersendiri; dan
  6. Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang infrastruktur.

Biaya Pinjaman

Biaya pinjaman yang dapat diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak adalah sebesar biaya pinjaman sesuai dengan perbandingan utang dan modal, yang meliputi:

  1. bunga pinjaman;
  2. diskonto dan premium yang terkait dengan pinjaman;
  3. biaya tambahan yang terjadi yang terkait dengan perolehan pinjaman (arrangement of borrowings);
  4. beban keuangan dalam sewa pembiayaan;
  5. biaya imbalan karena jaminan pengembalian utang; dan
  6. selisih kurs yang berasal dari pinjaman dalam mata uang asing sepanjang selisih kurs tersebut sebagai penyesuaian terhadap biaya bunga dan biaya

Besarnya biaya pinjaman memperhatikan ketentuan Pasal 6 dan Pasal 9 UU PPh. Selain itu, biaya pinjaman atas utang kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut harus pula memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPh. Kemudian, biaya pinjaman Wajib Pajak bersangkutan tidak dapat diperhitungkan dalam penghitungan penghasilan kena pajak apabila:

KondisiBiaya yang tidak diperhitungkan
Wajib Pajak mempunyai saldo ekuitas nol atau kurang dari nolAtas seluruh biaya pinjaman Wajib Pajak bersangkutan
Wajib Pajak tidak menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal Pajak atas laporan besarnya utang swasta luar negeriAtas biaya pinjaman yang terutang dari utang swasta luar negeri tersebut

Kaitan DER dengan Biaya Pinjaman

Meskipun biaya pinjaman dapat dibebankan, wajib pajak perlu memperhatikan DER. Jumlah biaya pinjaman yang dapat dibebankan adalah biaya pinjaman terkait sesuai dengan rasio pinjaman yang diperbolehkan, yaitu 4 kali dari jumlah ekuitas. Apabila jumlah pinjaman lebih besar dari DER yang ditetapkan, biaya pinjaman atas pinjaman yang melebihi batasan tersebut harus dilakukan koreksi fiskal.

Berikut adalah contoh penghitungan biaya pinjaman yang boleh dibebankan sesuai dengan DER.

Ketentuan DER dan Biaya Pinjaman Berdasarkan UU HPP

Sesuai Pasal 2 PMK-169/2015 besarnya perbandingan antara utang dan modal ditetapkan paling tinggi sebesar empat dibanding satu (4: 1). PMK tersebut merupakan pelaksanaan dari Pasal 18 ayat (1) UU Pajak Penghasilan (PPh) sebagaimana terakhir telah diubah dengan UU Cipta Kerja yang berbunyi:

Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan keputusan mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak berdasarkan Undang-Undang ini

Namun, ketentuan tersebut diubah dengan berlakunya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Pasal 18 ayat (1) UU PPh diubah menjadi:

Menteri keuangan berwenang mengatur batasan jumlah biaya pinjaman yang dapat dibebankan untuk keperluan penghitungan pajak berdasarkan Undang-Undang ini.”

Pada memori penjelasan Pasal 18 ayat (1) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP, penentuan jumlah biaya pinjaman dapat dilakukan dengan berbagai metode selain DER.

“…. misalnya melalui metode penentuan tingkat perbandingan tertentu yang wajar mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal (debt to equity ratio), melalui persentase tertentu dari biaya pinjaman dibandingkan dengan pendapatan usaha sebelum dikurangi biaya pinjaman, pajak, depresiasi dan amortisasi (earnings before interest, taxes, depreciation, and amortization) atau melalui metode lainnya.”

Dari perubahan tersebut, dapat dipahami bahwa dalam menentukan biaya pinjaman yang dapat dibebankan, tidak hanya dihitung dengan DER, tetapi dapat menggunakan metode lain seperti EBITDA. Sebagai catatan, ketentuan tersebut akan diatur melalui peraturan pemerintah dan akan berlaku mulai tahun pajak 2022.